Sunday, February 15, 2015

KUBAYAR SEORANG COWOK UNTUK MEMUASKANKU

"Gue suka banget ama tingkah laku loe yang mesum. Loe bikin gue semakin
ngaceng," kata Budi, mengusap-ngusap kepala kontolnya.
"Hisapin donk kontol gue, seperti di film-film. Hisap yang kuat dan buat
gue ngecret di mulut loe. Ayo donk sayang," bujuknya, menjelajahi dadaku
dengan jarinya.
Saya pun tunduk padanya. Dengan menggenggam batang kenikmatan milik
Budi, saya mulai memasukkannya ke dalam mulutku yang lapar. Mm.. Hangat
dan nikmat. Seperti memakan sosis! Dengan lembut, kontol itu kujilat dan
kuhisap. Aahh.. Budi pun semakin terangsang, terdengar dari erangannya.
Semakin dia mengerang, semakin saya bersemangat. Tak kusangka menyepong
kontol bisa senikmat ini. SLURP! SLURP! Sementara itu, Budi semakin
menjadi-jadi. Erangannya terdengar keras sekali, seperti banteng yang
sedang menggerutu.
"HHOOHH.. AAHH.. OOHH.. AAHH.. HHOOSSHH.."
Tangannya menggapai-gapai liar dan kemudian bersarang di atas kepalaku.
Rambutku diremas-remas tapi saya tidak merasa kesakitan. Saya senang
sekali bisa memberikan kepuasan padanya.
"OOHH.. Enak sekali.. AAHH.. Sedot terus.. AAHH.. Hisap kontol gue..
UUHH.. Enak banget.. AAHH.. Dihisap homo.. AAHH.."
Semakin mendengar erangannya, saya menjadi semakin bersemangat. Kontol
itu terus saja kusedot-sedot. Mm.. SLURP! Sampai akhirnya kontol itu pun
berdenyut-denyut dengan ganas dan mulai menembaki mulutku dengan pejuh.
CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! Mash memegangi kepalaku,
Budi mengangkat pinggulnya agar kontolnya lebih masuk ke dalam mulutku
seraya menjerit kenikmatan.
"AARRGGHH..!! UUGGHH!! AAHH!! OOHH!! AAHH!!" Dengan panik, saya berusaha
menelan semua pejuhnya, namun terlalu banyak yang masuk ke dalam mulutku
sedangkan mulutku kecil. Tumpahlah sebagian pejuh itu dan turun melumuri
leher dan dadaku.
Setelah orgasme Budi selesai, dia membungkuk dan menciumiku. Di dalam
mulutku masih terdapat sisa pejuhnya, tapi dia tidak peduli. Dengan
laparnya, dia menjilati rongga mulutku, mencari pejuhnya. Mm.. Seksi
sekali. Kami pun kembali saling berciuman dan berbagi pejuh. Harus
kuakui, pejuh Budi terasa sangat enak. Sambil menciumiku, tangan Budi
dengan sensual menjalari dadaku. Cairan pejuh yang sempat tertumpah ke
tubuhku diusap-usapnya agar menyebar merata. Aahh..
Kontolku berkedut-kedut, meneteskan precum, ingin dipuaskan. Tanpa
malu-malu, saya berkata.
"Budi, ngentotin gue donk. Gue butuh kontol loe di pantat gue. Ayolah,
ngentotin gue."
Budi agak terkejut mendengar kataku. Baginya oral seks merupakan hal
biasa, namun anal seks masih asing. Selama ini dia selalu ngentot dengan
cewek. Belum pernah sekalipun dia menusukkan kontolnya ke dalam anus
seseorang, apalagi anus seorang pria. Saya sendiri juga belum pernah
dianal, tapi saya bernafsu sekali padanya. Saya harus memiliki kontolnya
di dalam pantatku.
Budi nampak ragu-ragu.
"Entahlah. Apa loe yakin, loe mau kontol gue nancap di dalam situ? Gue
sih belum pernah nyoba. Sepertinya kotor sekali jika kontol gue ditusuk
ke situ."
"Kan bisa dicuci, Bud," jawabku.
"Ayolah, kumohon. Lagipula loe 'kan udah gue bayar untuk mengentotin
gue. Jangan ragu, Bud. Tancapkan aja kontol loe dalam-dalam. Buat gue
kesakitan dengan kontol super milik koe. Ayolah, Bud," saya terus
memohon-mohon.
"Baiklah. Kelihatannya gue gak bisa melawan keinginan loe. Oke deh,
sesuai perjanjian, gue bakal ngentotin loe. Tapi ingat, apa pun yang
terjadi, loe gak boleh kabur di tengah acara ngentot Oke? Loe mesti
bersedia gue ngentotin sampai gue ngecret di dalam pantat loe."
Saya langsung tersenyum; akhirnya Budi ingin juga menyodomiku. Dengan
bernafsu, Budi mengusap-ngusap kepala kontolnya. Pejuhnya yang masih
menempel di kontolnya mulai tersebar merata sampai ke dasar kontolnya,
siap tempur. Tiba-tiba saja Budi bangkit dari sofa, mencengkeram
badanku, dan memindahkannya ke atas sofa.
Berbaring telentang dan telanjang di situ membuatku makin terangsang
saja. Budi kemudian naik ke sofa dan memposisikan kontolnya di depan
anusku. Kedua kakiku diletakkan di atas bahunya yang bidang. Ah, saya
merasa begitu rawan untuk dikerjain. Tapi saya memang mengharapkan agar
Budi mau mengerjain anusku.
Saat kepala kontol Budi mulai memaksa masuk, saya mencengkeram sofa itu
sekuat-kuatnya. Rasa sakit mulai menusuk tajam saat lubang anusku
dipaksa untuk membuka selebar-lebarnya.
"AARRGGHH!!" erangku. Tak kusangka rasa sakit pertama kali dianal akan
sebegini sakinya.
"AARRGGHH!!" erangku lagi.
PLOP! Kontol itu pun akhirnya masuk. Napasku terengah-engah, menahan
sakit yang masih membakar anusku. Belum sempat saya mempersiapkan
diriku, Budi sudah mulai menggenjot. Nampaknya dia sama sekali tak
memperhatikan penderitaanku. Dia hanya ingin menikmati nikmatnya
mengentotin pantatku. Begitu kontolnya itu ditarik mundur, saya pun
mengerang kesakitan. Begitu pula saat kontolnya dimasukkan ke dalamku..
"AARRGGHH!!"
Keringat mulai membasahi tubuhku sementara kepalaku kugoyang-goyangkan
untuk mengusir rasa sakit. Namun rasa sakit masih tetap menyiksaku.
Meskipun demikian, kontolku tetap tegak, menikmati semuanya.
"Hhoohh.. Ternyata.. Anus cowok.. Aahh.. Lebih enak.. Hhoohh.. Gue suka
ngentotin loe.. Aahh.. Hhoosshh.." komentar Budi, terus menerus
menyodokkan kontolnya.
Kulihat dadanya yang bidang juga sudah mulai tertutup butiran-butiran
keringat. Tiap kali dia menarik napas, dadanya naik turun. Aahh.. Saya
terangsang sekali hanya dengan melihat dadanya saja.
"Hhoohh.. Ngentot loe.. Aahh.. Hhoohh.. Ngentot.. Aahh.."
Sodokan kontol Budi mulai terasa nikmat. Pelan-pelan rasa sakit itu
memudar dan digantikan rasa nikmat yang tak terkatakan. Seperti seorang
pelacur yang sedang 'kepanasan', saya menggeliat-geliatkan badanku
seraya melemparkan kata-kata jorok.
"Hhoohh.. FUCK ME! aahh.. Bud, kontol loe.. Aahh.. Gede banget.. Hhohh..
Gue suka.. Aahh.. Ngentotin gue, Bud.. Hamilin gue.. Aahh.. Pake anus
gue.. Aahh.. Pake bodi gue.. Aarrghh.."
Tak kuasa menahan kenikmatan yang semakin lama menjadi semakin besar,
saya segera menggenggam kontolku dan mulai mengocoknya.
"Hhohh.. Hhooshshh.. Aahh.. Uuhh.."
Kami berdua menaiki puncak orgasme dan kini telah berdiri di tepi jurang
orgasme. Yang harus kami lakukan hanyalah melompati jurang itu.
"AARRGGHH!!" Budi mengerang kuat-kuat, tangannya menggenggam pinggulku.
Dapat kurasakan kepala kontolnya membesar dan kemudian menembakkan pejuh
bertubi-tubi.
CCROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! Kontan saja, badanku dibanjiri pejuh.
"AARRGGHH!! UUGGHH!! OOHH!! AARRGGHH!!"
Tubuh Budi yang perkasa menghentak-hentak seperti kuda liar, kontolnya
terus menyerangku sampai tetes pejuh penghabisan. CCRROOTT!
"Hhoohh.." desahnya dan dia pun melemas. Namun semua belum tuntas sebab
saya belum mendapatkan orgasmeku.
"Hhoohh.. Gue ngecreett.." Erangku dan memperkuat remasan kontolku.
Dan.. CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCROOTT!
"AARRGGHH..!!" Dengan satu erangan panjang, pejuhku muncrat ke atas
seperti air mancur.
Lelehan pejuhku turun membasahi dada dan perutku, dan juga batang
kontolku. Rasanya hangat dan licin di kulitku. CCRROOTT!! CCRROOTT!
"UUGGHGH!! HOOHH!! AAHH!! UUHH!!"
Sementara badanku mengejang-ngejang, Budi tetap di posisinya. Kontolnya
yang mulai mengempis masih berada di dalam lubang kontolku,
teremas-remas kontraksi otot anusku. Wajahnya sedikit meringis saat
kepala kontolnya yang sensitif dikerjain oleh lubang anusku.
"AAHHh.." Saya mendesah panjang saat sudah tidak ada lagi pejuh yang keluar.
Budi menundukkan kepalanya dan menciumiku lagi. Spermaku yang menempel
di badanku digosok-gosokkannya secara merata. Aahh.. Saya tak dapat
berkata apa-apa, hanya tersenyum puas. Saya juga lega bahwa Budi
menikmatinya. Jadi, dia tidak merasa terpaksa harus mengentotin saya.
Butuh waktu hampir 15 menit sampai napas dan energi kami akhirnya
kembali normal. Setelah kami berpakaian kembali, Budi menciumi bibirku
dan kemudian mengeluarkan uang lembaran 20 ribu dari saku celananya.
"Ini, gue kembali'in duit loe. Gue gak pantas mengambilnya. Lagian gue
tau loe gak kaya. Gue cukup enjoy berhomoseks ama loe. Jadi berhubung
gue juga enjoy dan gak merasa dipaksa, gue gak pantas ambil duit loe."
Jarang sekali menemukan pria seperti Budi: tampan, jujur, dan juga
horny. Kami pun berciuman kembali sambil berangkulan. Kurasa lain kali,
jika saya sedang butuh pelampiasan seksual, saya akan menemui Budi-ku
yang tampan dan berotot agar dia ngentot pantatku dengan kontolnya......

Kenikmatan dari Sang Polisi

Selalu saja penyesalan terjadi belakangan. Seandainya saja aku tidak
bernafsu ingin melihat VCD "Belum Ada Judul" yang sempat menghebohkan
itu, tentunya aku tidak harus terkena masalah. Teman-temanku selalu
tidak ketinggalan barang baru. Aku selalu jadi cemoohan, karena aku
selalu yang paling akhir menikmati apa saja yang jadi santapan mereka.
Entah itu perselingkuhan si mandor, tertangkap basahnya bos dengan
sekretarisnya di kamar mandi, bahkan hal-hal kecil, seperti adanya blue
VCD baru.

Bekerja di perusahaan rancang bangun selalu kehabisan waktu, namun penuh
tantangan, maka sangat dibutuhkan hiburan agar pikiran selalu fresh,
apalagi aku selaku designer rancang bangunnya, sangat butuh itu. Aku
penasaran ingin membuktikan kehebohan VCD itu, maka ketika akhirnya
temanku ada yang membawakannya, tanpa pikir panjang aku menerimanya.

Dengan Tiger kesayanganku, kupacu motorku kencang agar secepatnya bisa
menonton VCD. Yogya-Magelang yang biasanya sebentar, terasa begitu lama,
meski aku mempercepat laju motorku di atas 110 km/jam. Mungkin perasaan
was-wasku penyebabnya. Aku sengaja pulang lebih sore daripada biasanya,
berharap tidak ada polisi yang sedang operasi. Rasa lega menyeruak,
begitu memasuki kota Yogya. Namun di depan sebuah plaza, aku tersentak,
ketika ada sedikit kemacetan.

Ahh sial, gerutuku. Semoga hanya operasi kelengkapan surat-surat saja,
bisikku dalam hati. Aku berhenti agak jauh dari tempat diberhentikannya
kendaraan-kendaraan. Aku celingukan, mencoba mencari jalan tikus yang
bisa kujadikan jalan selamat. Namun belum sempat aku mematikan motorku,
seorang polisi telah mendekatiku.

"Selamat petang, Mas. Maaf mengganggu kenyamanan Anda. SIM dan STNK,
mohon dikeluarkan?", keramahan polisi itu sedikit menyejukkanku.

"Oh iya, Pak. Ada", bergegas kusodorkan.

"Terima kasih, silakan melanjutkan perjalanan Anda!". Aku sedikit
mengelus dada, syukur. Segera kuhidupkan motorku. Tanpa mengengok lagi,
aku melaju.

"Mas! Maas, berhenti!". Aku menoleh, dan polisi itu kembali melambaikan
tangannya. Terpaksa aku berhenti.

"Sekali lagi maaf, Mas. Ini operasi sajam dan narkoba. Saya harus
memeriksa isi tas Anda!".

Duerr, serasa sebuah peluru menembus kepalaku. Aku lunglai. Aku yakin,
polisi itu akan mencibir atau memperkarakanku dengan semua isi di tasku.
Dua batang penis buatan yang dibawakan temanku untuk melambungkan gairah
istriku. Bullshit. Terngiang sindiran teman-temanku yang menjamin bahwa
istriku akan klimaks 5 kali dengan benda itu. Belum lagi VCD bokep
sialan itu.

"Maaf, Pak. Ini pinjaman dari temanku. Kalau bapak berkenan silakan
ambil, atau kuharap ini bisa membuka hati Bapak!", aku menyodorkan KTP
dan secarik kertas yang telah kutuliskan nomor HP-ku.

"Saya ada 3 juta, tapi di rumah. Saya mohon bapak mengerti posisi saya,
lagipula barang itu tidak berbahaya dan tidak termasuk kategori operasi
Bapak, kan?".

Polisi itu mengangguk, sambil menerima KTP dan nomor HP-ku, lalu
mempersilakanku melaju. Aku melonjak girang dalam hati. Meski sial,
namun 3 juta tidak sebanding dengan nama baikku yang bakal tercoreng.
Bagaimana aku harus menjelaskan kepada istriku? Bagaimana kesan
keluargaku, jika tahu bahwa aku berurusan dengan polisi karena film
bokep? Belum lagi pada para remaja yang menganggapku serba sempurna,
saat aku memimpin rapat karang taruna mingguan mereka.

'Kutunggu di tempat kemarin kami operasi, jam setengah 7 malam, tepat.
Kuharap Anda sudah siap', begitu SMS yang di kirim polisi itu, sebelum
aku berangkat ke proyek. Setengah celingukan aku melambatkan laju
motorku, mencari sosok polisi itu, sore itu. Hmm, jam 18:25, mungkin
polisi itu belum datang, gumamku.

"Selamat petang, ikuti aku!". Seseorang menjabatku. Ohh, polisi itu
tidak berseragam, pantas saja aku pangling. Segera kuikuti motornya.

Di kawasan yang tidak begitu padat, polisi itu menghentikan motornya.
Persisnya di depan rumah yang tidak besar namun terlihat asri. Dia
membuka pagar dan masuk. Tangannya melambai, menyuruh aku juga
memasukkan motorku.

"OK Dj, inilah rumahku!". Plak, aku serasa tertampar. Darimana dia tahu
nama samaran itu? Aku bingung, ternganga.

"Ada yang salah?". Senyum yang menggantung di bibirnya itu kurasa
sengaja mempermainkanku. Aku makin bingung, namun kulihat di rona
wajahnya seakan sedang sangat bahagia, seolah baru mendapatkan sesuatu
yang lama diidamkan.

"Setengah tahun lalu kamu ganti nomor polisi motormu, kan? Kenapa? Takut
ada yang mengenali motormu? Takut ada yang minta jatah dan kau tidak
mau? Salahmu sendiri, kenapa terlalu jujur dan mencantumkan identitas
motormu di ceritamu, itu berarti kau mengumumkan kepada kaum gay bahwa
ini lho aku, Dj-paijo!".

Rentetan kata-kata bernada menyindir itu seolah menohokku, bagaimana dia
tahu?'

"Kamu semakin menggemaskan kalau kebingungan begitu. Lucu, tapi
menggairahkan". Aku hanya ternganga tak percaya.

"Jangan begitu, dong. Dua bulan lebih aku mencari informasi siapa
gerangan pemutasi nomor polisi lamamu itu, begitu aku pindah tugas ke
Yogya. Aku selalu deg-degan kalau kebetulan melihat pengendara Tiger,
mungkinkah kamu? Sebetulnya bisa aku percepat, tapi aku tidak mau
dicurigai ada apa-apa oleh teman korpsku. Jadinya yaa harus sabar, dan
memang orang sabar banyak rejeki, kan? Kita jodoh, dan bertemu".

"Jadi..".

"Heran ada orang sepertimu di tempatku bekerja? Banyak, cah bagus, di
instansi manapun juga pasti ada!".

"Jadi..".

"Iya. Aku tahu kamu dari sumbercerita.com, dan kemarin sebenarnya bukan
operasi sajam atau narkoba, tapi ada kecelakaan. Sepintas aku lihat
Tiger metalik dengan agak ragu-ragu melaju, kucocokkan nomor polisinya
dengan catatan hasil investigasiku yang sudah kuhafal di luar kepala.
Begitu aku yakin kalau itu adalah nomor barumu, baru aku dekati kamu".

Aku mengangguk, mulai memahami. Aku menjadi lebih tenang. Kusodorkan
sejumlah uang yang kujanjikan, dan meminta KTP-ku. Namun polisi itu
tersenyum, menggeleng.

"Aku tidak butuh uang itu. Aku butuh lebih dari itu". Senyuman misterius
itu masih saja membuatku tak habis pikir.

"Aku memang puas menyaksikan berbagai bentuk penis teman-temanku ketika
mandi atau bertukar pakaian, namun perlu kau tahu, aku jarang bergumul
dengan mereka, bahaya. Tidak mudah menemukan seseorang yang dalam
keadaan sepertimu. Bisa saja aku menggunakan gigolo, tapi riskan. Aku
bisa kehilangan pekerjaan. Aku maunya dengan yang sepertimu, yang takut
kalau ketahuan, yang akan sama-sama tahu untuk tidak bekoar, dan aku
yakin bukan tipemu mengumbar omongan dan ngobral privasiku ke orang lain
yang mungkin saja tertarik dengan kehidupanku, demikian juga aku. Jadi
akan sangat aman bagiku".

Aku mengangguk kembali. Berkali mengangguk. Kulihat senyumnya masih
menggantung di bibir manisnya. Dia menghela nafas panjang. Kemudian aku
mendekat, berharap dia mau menerima uangku dan menyerahkan KTP-ku, agar
aku tidak punya beban padanya. Namun uang itu dimasukkan kembali ke
tasku. Dengan isyarat telunjuk yang ditempelkan ke bibirnya, dia
menyuruhku diam. Kurasakan wajahnya begitu dekat dengan wajahku.
Mulutnya membuka, mencoba menemukan mulutku. Untuk pertama kalinya, aku
merasa nyaman dengan laki-laki. Mungkin karena dia adalah seorang
polisi, yang selain macho, ada sensasi tersendiri yang telah sejak lama
kukhayalkan.

Aku mulai mengikuti aksinya. Dengan aktif kulumat bibirnya. Begitu juga
dia. Nafas kami mulai berpacu, dan membakar gairah petang. Kami
berpagutan lama, seolah kami benar-benar merindukan hal itu sangat lama.
Lidahnya sangat nakal bermain di mulutku, kusedot balik lidahnya. Dia
mulai mengerang. Tanganku mulai menggerayangi selangkangannya. Kurasakan
benjolan keras di balik celana panjangnya. Aku mulai tak tahan.

Kubuka kaos ketatnya, agak kesulitan memang, namun semua sebanding
dengan badan tegap nan berisi yang ditawarkannya. Kekar tubuhnya yang
terlatih setiap hari, semakin menggetarkan hasratku, aku semakin
kesetanan. Kuraih celana panjangnya, dan mencoba melepasnya. Masih
dengan berpagutan, aku berhasil menelanjanginya. Penis yang terbungkus
celana dalam yang sangat ketat, kujamah dengan tanganku. Kupermainkan,
agak sedikit kasar. Dia mengaduh, namun tetap membiarkan aksiku. Dia
masih sibuk dengan gairah di mulutku. Tangannya mulai menuruni dadaku,
mencoba mencari benda kesayanganku.

Aku terpekik, ketika tangannya mulai menemukan penisku. Dia mulai gemas.
Dengan kasar, dia renggut apa pun yang kupakai. Tak kalah kasarnya,
kutarik celana dalamnya, sekali lagi dia mengaduh, namun tak lama aku
didekapnya erat. Penisnya yang keras, menusuk perutku, begitu pula
penisku, ketika kami yang sama-sama telanjang, kembali berpagutan.

Aksinya yang kasar namun romantis, membuatku melambung tinggi. Mulutnya
dengan ganas menyedot dua putingku bergantian. Aku mengerang. Aku dekap
kepalanya yang berambut cepak, saat sensasi hebat bermain di kedua
putingku. Aku semakin melambung, saat lidah kasarnya menjilati putingku.
Tanganku tak kalah hebatnya mencakar daerah selangkangannya, dan
merancap penis besarnya.

"Uuh, Yeahh". Kata-kata itu berulang kali keluar dari mulutnya, semakin
membuatku begitu menikmatinya. Apalagi ketika mulutnya mulai menemukan
penisku, aku mengerang.

Berkali-kali disentilnya penisku. Dua pelirku, tak luput dari gigitan
nakalnya. Bergantian mulut indah itu mengulum buah pelirku. Sesekali aku
mengaduh, saat dia menggigitnya. Kembali aku mengerang. Jari-jari
tangannya menusuk-nusuk anusku, sementara mulutnya tak henti, bahkan
semakin agresif menyedot penisku, seolah ingin meminum semua spermaku
yang masih jauh di dalam. Sensasi di dua titik kenikmatanku, serasa
melambungkan jiwaku. Aku mendesah, setengah terpekik.

Tak kalah agresifnya, aku berbuat hal yang sama. Kubanting dia, kemudian
kurancap penisnya. Rasa jijik ketika menjilati penis yang sebelumnya
ada, entah mengapa, dengannya justru berganti nikmat. Bagai kesetanan,
berkali kugigit ujung penisnya, glands penisnya yang sudah berair
kumainkan dengan ujung bibirku. Aku semakin bergairah, saat kulihat
wajahnya yang memang tampan dan sangat jantan melukiskan berjuta rasa.
Rasa antara nikmat, sakit, dan entah apalagi. Berkali mulutnya ternganga
disertai desisan penuh kenikmatan, membuat aku ingin sekali melumat
bibir itu. Namun aku lebih tertarik melumat penisnya. Tanganku meremas
keras dua pelirnya. Dia terpekik, mulutnya masih menganga, mengimbangi
sensasi yang dirasakannya, namun matanya terpejam.

Aku tak bisa menahan gairahku sendiri. Aku dekap erat dia. Aroma
kelelakiannya menyebar dari tubuh kekarnya. Aku terbuai dan begitu gemas
melihat reaksi yang diperlihatkannya. Begitupun dia. Kembali kami
berpelukan erat. Tanganku masih bermain dengan penisnya, begitu juga
dia. Kami sama-sama membisikkan kata yang semakin melambungkan gairah.
Membisikkan kata terindah yang aku sendiri tidak tahu darimana datangnya.

"Oohh. Pakai seragammu, please!". Tiba-tiba aku sangat ingin melihatnya
utuh sebagai polisi dengan seragam lengkap. Aku begitu ingin, seolah ada
sensasi lain yang bisa kudapatkan.

Dengan berpelukan dan berciuman, dia menuntunku ke kamarnya. Seragam
yang sekiranya akan dicuci, diambilnya dari tempat pakaian kotor. Dengan
gairah yang masih tinggi, dia pakai seragamnya, komplet dengan sepatu,
kecuali topinya, seperti yang kupinta.

Belum sepenuhnya selesai dia mengenakan seragamnya, aku sudah
menubruknya. Kembali kami berpagutan, semakin panas, karena aku telah
menemukan sensasi lain. Ahh, tubuhnya yang terbalut seragam penuh pesona
itu benar-benar membuatku gila. Aku semakin agresif memagutnya serasa
ingin melumat apapun yang dia miliki. Pantat, selangkangan dan apapun
yang dia punya semakin membuatku melambung begitu dibalut seragamnya.
Aku semakin gemas, mencengkeram apa pun yang ada padanya. Berkali dia
mengaduh, namun tetap membiarkan aksiku.

Dengan paksa kubuka retsliting celananya. Aku benar-benar sudah tidak
tahan. Kukeluarkan penis besarnya, berikut dua buah pelirnya. Sengaja
kubiarkan tidak membuka celana panjangnya, karena aku ingin dia tetap
dengan seragamnya. Semakin agresif aku mengunyah penisnya. Dua tanganku
pun seolah tidak ingin melewatkan sensasi indah itu. Penis dan buah
pelirnya yang menjulur dari retsliting celana coklat tua itu, membuatku
kesetanan.

Dia mengamuk berat saat kupercepat aksi tanganku di penisnya. Aku
dibanting ke bibir tempat tidurnya. Tubuhku terhempas ke kasur,
sementara pahaku menjulur ke lantai. Penisnya yang keras, memerah dan
panas, mencoba menusuk pantatku. Aku terpekik, saat berkali penisnya
mencoba menusuk anusku. Tangannya berkali mengambil ludah dari mulutnya,
dan dilumurkan ke anusku, berharap penisnya akan sedikit gampang
masuknya. Namun tetap saja sulit, dan aku merasa kesakitan, karena
inilah pertama kalinya anusku tersodomi. Aku memejam, begitu kurasakan
dia memperlambat aksinya. Dengan lembut jarinya menusuk-nusuk anusku,
mencoba mencarikan jalan untuk penisnya.

Kembali aku terpekik, saat glands penisnya mulai masuk ke anusku. Aku
mengaduh, setengah mendesis. Berkali pula dia mendesis, sambil
mengucapkan kata-kata indah, mencoba memberiku semangat. Gairahku
semakin melambung, saat kulihat wajahnya yang mulai berkeringat,
menegang. Mulutnya menganga dan mendesah saat penis yang menjulur dari
retsliting seragamnya berjuang masuk ke anusku.

Kulumat jemarinya, saat dia telah berhasil memasukkan hampir semua
penisnya. Aku benar-benar merasakan sensasi hebat, yang baru pertama
kali kurasakan. Rasa mengganjal di anusku. Penisnya yang beraksi di
anusku benar-benar memberikan pengalaman pertamaku, dan sebanding dengan
kenikmatan yang didatangkannya. Pelan, dia maju-mundurkan pantatnya.
Kami mendesis bersahutan. Tanganku beralih ke penisku. Kurancapnya
semakin kencang. Aku benar-benar sudah tidak bisa menahan gairahku demi
melihat wajahnya yang semakin tegang menghadirkan berjuta rasa.
Kubiarkan sperma mulai memasuki ujung dalam penisku. Kurasakan sperma
itu begitu kencang mengalir, memenuhi kantung spermaku.

Aku mempercepat aksiku. Rasa nikmat berganda di penis dan anusku, seolah
melambung ke ubun-ubunku. Aku mulai mengejang kuat seiring dengan
percepatan reaksi di penisku, dan akhirnya aku mengerang panjang saat
spermaku mulai muncrat deras. Saking derasnya, sperma itu muncrat ke
wajahnya. Refleks dia mendekapku erat, dengan penis masih menancap di
anusku, mencoba memberikan semua birahinya.

"Hayoo, sayang! Ougghh!".

Dia membisikkan berbagai kata di telingaku, mencoba menambah gairahku.
Penisku yang baru sekali memuntahkan sperma, berdenyut di baju
seragamnya. Aku yakin, seragamnya akan belepotan spermaku seperti halnya
wajahnya yang belepotan muncratan spermaku, karena saat dia dekap erat
aku, aku masih merasakan kejang penisku memuntahkan spermanya. Tangannya
mengurut penisku dengan kasar.

Belum habis sensasi yang kurasakan, dia melepas dekapannya. Wajahnya
kulihat semakin tegang dan mengejang. Mulutnya ternganga, matanya
berkejap-kejap. Desahan dan erangan berkali keluar dari mulutnya, saat
dia mempercepat aksi penisnya di anusku.

Aku sangat menikmati saat dia berada di puncak gairah. Dengan seragam
lengkap, wajah menegang, mulut menganga, mendesah. Mata berkejap-kejap,
membuatku menemukan sensasi indah. Akhirnya dia meraung panjang, saat
spermanya mulai muncrat. Dicabutnya penisnya dari anusku, dan
ditempelkan di penisku. Spermanya yang panas, dan lengket kurasakan
membasahi penisku yang setengah melemas. Kurancap kuat penisnya. Berkali
dia mengerang panjang.

Tanganku masih mengurut penisnya, saat dia dengan erat dan mesra
mendekapku. Bibirnya berkali mengecup keningku, dan aku pun membalasnya.
Kuucapkan terima kasih, lirih. Dia pun mengatakan hal yang sama. Kami
masih berpelukan erat, entah berapa lama.

Ternyata aku mulai menemukan sensasi indah yang semula kuanggap aneh.
Aku mulai menikmati lekuk tubuh lelaki, yang semula masih bisa kutahan
dengan melampiaskan gairah itu pada istriku. Aah..!