Sunday, August 31, 2014

Masa Lalu: Memori Sex Pertama

Tak ada yang tahu sejak kapan aku jadi gay. Pastinya, aku sudah mengagumi
tubuh pria sejak menginjak kelas satu SMA dulu. Sekitar 12 tahun yang
lalu. Di kampungku di sebuah kota di Jawa Timur. Layaknya anak di
pedesaan, aku tumbuh di lingkungan yang dikelilingi sawah dan ladang.
Zaman dulu belum ada Playstation yang membuat anak-anak kurang bertualang
seperti sekarang.

Ada salah satu temanku, Kusumo, kami biasa memanggilnya Sumo. Sejatinya
dia setahun lebih tua dariku, namun karena kemampuan akademisnya yang
terbatas, dia kini jadi seangkatan denganku. Sumo anaknya bandel. Dikenal
sebagai jagoan di kalangan teman-temannya karena umurnya yang lebih tua.
Tingginya waktu itu saja sudah 178cm. Hampir sama denganku.

Uniknya, Sumo begitu dekat denganku. Dia sering mengajak aku bermain
sepulang sekolah atau sekadar memancing di kolam belakang rumahku.
Kulitnya sawo matang terbakar matahari. Wajahnya bergaris keras dan tubuh
yang lumayan terbentuk karena dia sering membantu orang tuanya di sawah
dan mengangkut beras. Aku sadar Sumo sering diam-diam memerhatikanku. Dan
aku pun juga. Hey, he's a good looking guy and I'm gay. Ada yang aneh?
Hahaha.

Entah lah. Kedekatanku dan Umo sudah dibatas tidak wajar. Dia suka
mengajakku mandi di sungai, nongkrong malam berdua melihat bintang, dan
sebagainya. Jangan bayangkan hubungan yang romantis. Saya dan Sumo ya
seperti anak muda biasa, namun sering menghabiskan waktu berdua saja.
Hingga akhirnya Sumo memutuskan untuk mengajak kemah di perkebunan ayahku
yang letaknya tak jauh dari rumah. Waktu itu malam minggu.

"Gak apa-apa lah. Toh kamu juga gak ngapa-ngapain malam minggu." Kata dia
setelah aku mengutarakan keraguan.

Akhirnya aku setuju. Toh ayah-ibu sedang keluar kota mengurusi bisnisnya.
Sumo sibuk mendirikan tenda sejak siang sepulang sekolah. Alih-alih
membantunya, aku malah tidur siang di rumah. Sore hari, Sumo menarik
kakiku sehingga aku jatuh dari tempat tidur. "Apa-apaan sih?!", teriakku
setengah pusing karena terbangun kaget. Dia tertawa terbahak-bahak. Mbok
Wiji, pembantuku, hanya bisa tersenyum melihat polah kedua remaja ini.
Sumo memang sudah bebas keluar masuk rumah karena dia juga sudah dianggap
saudara sendiri sama keluargaku.

Setelah mandi dan magrib berlalu, saya dan Sumo siap untuk berkemah. Kami
membawa camilan yang sudah disiapkan mbok tadi. Tak sampai 10 menit jalan
kaki, kami memasuki perkebunan milik keluargaku itu. Lokasi tendanya di
sebuah lapangan sehingga langit tidak tertutup pepohonan. Sumo menatap
saya dengan senyum lebar. Saya agak heran melihatnya. Dia juga telah
menyiapkan api unggun. Makin aneh melihat tingkahnya.

Setelah menata tikar dan selimut. Kami pun bersenda gurau. Saling meledek.
Duduk di pinggiran api unggun. Tak ada rasa khawatir karena memang tempat
ini sering dijadikan area berkemah oleh teman-teman sekampung saya. Lagi
pula, lokasinya masih dekat dengan rumah penduduk. Jadi kalaupun tidak
betah, aku bisa pulang.

Tak terasa sudah pukul 20:30. Udara menjadi dingin dan sekelilingnya sunyi
senyap. Saya mengajak Sumo masuk tenda. Sudah bosan rasanya duduk di luar
tanpa kegiatan berarti. Saya langsung menyelusup ke balik tenda sedangkan
Sumo menyusul setelah menutup tenda dari dalam agar tidak ada binatang
yang masuk.

"Tidur nih sekarang?", tanyanya.

"Iya ah. Emang mau ngapain? Aku bawa buku cerita sih," jawabku.

"Ah malas baca buku. Ngobrol aja kita."

Dia merapatkan tubuhnya di badanku. Jantungku tiba-tiba deg-degan. Dia
memang sering menginap di rumahku. Tapi ini memang baru pertama kami
benar-benar tidur berdua. Tanpa ada orang tua atau orang lain di
sekitarnya. Sepertinya aku tahu maksud dari semua ini.

Sumo memejamkan matanya. Ah, pura-pura tidur. Pikirku. Aku terdiam menatap
langit-langit tenda. Memikirkan hal-hal yang tak penting. Suasana sangat
sunyi sampai aku merasa bisa mendengarkan detak jantung Sumo. Tak lama
kemudian, dadaku terkesiap. Sumo tiba-tiba meraba pahaku. Menelusuri
celana pendek SMP yang aku pakai.

Aku terdiam, meskipun baru pertama diraba-raba cowok. Aku menengok ke arah
Sumo. Dia masih terpejam. Satu matanya terpicing melihatku.

"Dim, kamu gak keberatan kan?" Aku tak menjawab.

Hanya diam melihatnya yang kini mulai membuka kedua matanya. Dia
meneruskan aksinya. Aku terangsang. Kontolku yang berukuran 17cm ketika
ngaceng pun mulai mengeras. Sumo makin giras mengelus-elus rudalku dari
luar. Aku melenguh.

"Aku penasaran sama kamu Dim," ujarnya sambil terus meraba-raba kontolku
yang kini ngaceng sempurna. "Aku juga."

Tanpa peringatan, aku langsung mencium bibirnya. Dia kaget. Namun berusaha
menguasai keadaan dan membalas ciumanku. Lidah kita berpagut. Aku
menghisap lidahnya, lalu ganti dia yang menghisap lidahku. Entah dari mana
kita bisa ahli mempraktikkan hal tersebut. Mungkin dari film porno yang
sering kita tonton. He's a good kisser, though.

Aku beranikan tanganku meraba kontol Sumo dibalik sarungnya. Dia masih
memakai celana dalam ternyata. Aku tak terkejut mendapati kontolnya sudah
ngaceng dengan sempurna. Ukurannya sedikit lebih pendek dari punyaku dan
diameternya lebih besar. Sekitar 4,5 cm.

Sumo mulai lebih ganas. Dia tiba-tiba sudah berada di atas tubuhku. Kedua
tangannya menahan tubuhnya. Kita masih berpagut. Tanpa menunggu aba-aba,
aku tarik kaosnya ke atas. Kini dia bertelanjang dada. Sumo mulai mencium
dan menjilat leherku. Aku melenguh keenakan. Dia memasukkan tangan
kanannya ke dalam kaosku dan mulai memainkan putingku. Aku menggelinjang
keenakan. Puting adalah salah satu g-spotku.

Melihatku menggelinjang, Sumo tersenyum nakal. Tanpa babibu dia membuka
kaosku dan langsung menghisap pentil kiriku. Aku menjerit tertahan.

"AAAAAAAAGGGGHHH…….." Rasanya nikmat sekali.

Sumo berhenti sejenak menjilat pentil kiriku. Dibasahinya jempol tangan
kirinya dengan ludahnya. Kepalanya kini pindah ke pentil kananku yang
sudah mengeras. Dadaku yang dulu masih kerempeng dilibasnya. Lidahnya
tanpa henti memainkan pentil kananku sedangkan jempol basahnya memainkan
pentil kiriku. Enaknyaaaa....

Aku merasa seperti di surga. Kupegang kepalanya dan kutekan lebih dalam ke
dadaku. Entah dari mana dia mempelajari trik seperti itu. He must learnt
from someone.

"Agghhh…terus Mo. Ahh..uughhh..," rintihku.

Puas dengan dadaku, dia memainkan lidahnya menjilati perutku dan berhenti
tepat di bawah pusar. Dia membuka kancing dan resleting celanaku. Dengan
sekali tarik dia memelorotkan celana dan celana dalamku. Kontolku langsung
mencuat keluar. Bentuknya yang bengkok ke atas menuju perut. Tanpa
basa-basi Sumo langsung menghisap kontolku. Gerakannya yang penuh nafsu
sempat membuat kepala kontolku terkena giginya. Aku mengaduh.

Menyadari kesalahannya, kemudian dia melakukan hal tersebut dengan penuh
kelembutan. Dijilatnya kepala kontolku. Turun ke urat di bawah helmnya.
Sumo menjilatinya seperti menjilati es krim di siang yang panas. Tanpa
henti!

"Aahh..Dim, kontolmu enak banget. Hmmpphh.." Dimasukkannya lagi kontolku
ke mulutnya. Kali ini cukup dalam hingga dia nyaris tersedak.

Aku menggelinjang ketika kontolku menyentuh tenggorokannya. Dia menarik
maju mundur kepalanya. Aku nyaris orgasme. Untung selama ini aku rajin
onani sehingga aku bisa mengatur nafasku. Sesekali Sumo mengocok kontolku
yang basah dengan tangannya yang agak kasar. Oh, I loved the sensation.

Bocah tampan itu menghentikan kegiatannya. Dia lucuti sarungnya. Kontolnya
tegak berdiri. Aku makin nafsu. Aku langsung bangun dan menghisapnya. Sumo
dalam posisi berlutut. Dipegangnya kepalaku. Dimulutku dientotnya. Mulutku
terasa penuh, namun sensasi yang kurasakan sangat luar biasa. Nikmat
sekali.

Kontolnya sudah basah oleh liurku. Ku kocok alat kelaminnya untuk
memberikan sensasi. Kadang genggamanku berhenti di kepala kontolnya dan
bermain di situ. Dia keenakan.

"Ah, Dim.. enak sekali. Terus, Dim.. Aaahhhh…" Aku beralih ke dadanya yang
bidang. Kujilat pentilnya bergantian. Dia mendekap kepalaku seperti
seorang ibu menyusui anaknya. Aku makin liar menjilati pentilnya. Kadang
ku gigit sedikit. Entah dari mana aku punya ide seperti itu. Namun
sepertinya enak. Buktinya dia sempat mengejang sebentar.

Kontolnya kini penuh dengan precum. Kumasukkan ke dalam mulutku. Asin.
Jembutnya yang rapi menubruk hidungku ketika kucoba memasukkan kontolnya
jauh ke dalam tenggorokanku. Dia menggelinjang. Lagi.

Sumo masih dalam posisi berlutut. Aku terbaring terlentang. Ku susupkan
kepalaku di antara kedua pahanya. Bijinya yang bergelantungan kini jadi
sasaran jilatanku. Sepertinya dia mengerti. Kaki kanannya tiba-tiba
diangkat. Memberikan banyak ruang agar aku lebih leluasa menjilatinya. Ku
melihat lubang anusnya. Bersih tanpa bulu. Damn, aku selalu penasaran
dengan lubang anus gara-gara beberapa foto gay porn yang aku lihat.

Tanpa menunggu lama aku menjilati anusnya. Dia tersentak. Terkejut. Tidak
menyangka aku melakukan hal segila itu. Tapi lama-lama dia menikmati
permainan lidahku di antara belahan pantatnya. Aku sudah tidak memikirkan
kebersihan lagi. Yang penting enak. Tangan kananku mengocok kontolnya.
Sumo merasakan sensasi ganda yang tidak pernah dialaminya.

Mulutnya kini sudah menghisap kontolku. Kami mempraktikkan posisi 69.
Mulutku pun bergantian dari anus ke kontolnya. Keduanya basah oleh
ludahku. Sumo menarik tubuhnya. Mulutnya masih mengulum kontolku. Basah
semua. Dia menambahkan ludahnya ke kepala dan batangku.

Tak disangka-sangka, dia kini mengangkang di atasku. Menghadap ke aku. Aku
terkejut. Apa dia akan memasukkan kontolku ke anusnya? Tebakanku benar.
Tak butuh waktu lama untuk dia menduduki penisku. Seret. Susah masuk.
Namun Sumo memaksa. Dibukanya pantatnya yang sintal itu dengan kedua
tangannya. Burungku perlahan-lahan masuk. Sumo meringis. Pelan-pelan semua
masuk ke liang duburnya. Sumo teriak kesakitan. Buru-buru dicabutnya
penisku dari pantatnya. Sepertinya ini pertama kalinya dia disodomi.

Aku menggapai-gapai tasku. Teringat ada lotion di tasku. Tadi Mbok Wiji
terlalu rajin memasukkannya ke tasku beserta dengan lotion anti nyamuk. Ku
oleskan lotion secukupnya ke kontolku. Sumo tidur terlentang. Kakinya
mengangkang. Persis cewek-cewek di film-film yang dibintangi Asia Carera.
Kujilat lagi lubang anusnya hingga kuyup. Penisku sudah licin. Aku coba
lagi memasukkannya ke dalam liang anus Sumo.

Pelan-pelan. Kujilati pentilnya agar dia lebih merasa rileks. Otot
pantatnya mengendur dan kontolku masuk sempurna ke dalam lubangnya. Sumo
melenguh. Aku melenguh.

Pelan-pelan kugerakkan pantatku maju mundur. Kontolku merojok lubang anus
Sumo yang masih perawan. Awalnya dia merintih-rintih lalu kemudian dia
mulai bisa menikmati sensasi stimulan di daerah prostatnya. Dia
menggelinjang keenakan. Melihatnya menggelinjang antara keenakan dan
kesakitan, aku makin liar mengentotinya. Maju mundur. Kadang aku copot
penisku dan memasukkannya kembali. Sepertinya dia suka bila aku
melakukannya.

Aku tambah nafsu. Semakin ku buka lebar kakinya. Kedua tanganku menahan
pahanya agar tetap terbuka dan kontolku leluasa merojok pantat Sumo.

"AAAHH… Dimas! Enak se..se..kali.. Terus Dimaass.." Aku gemas. Aku lumat
lagi bibirnya sambil kita berdua melenguh. Kadang bergantian.

Kututup kedua kakinya, ku arahkan ke samping. Kali ini posisi dia
meringkuk. Kubaca—entah di mana—posisi meringkuk memudahkan akses ke
lubang anus. Itulah yang kadang dilakukan dokter ketika harus memasukkan
sesuatu ke anus pasiennya. Pergerakan kontolku di lubang Sumo semakin
lancar. Dia terus menjerit-jerit kecil keenakan. Kubuka lagi kakinya. Dia
mengangkang lagi. Kutuang lotion ke tanganku. Kukocok kontolnya dengan
segera. Aku harus mengakhiri permainan nikmat ini secepatnya. Aku sudah
tak kuat.

Irama kocokan ku dan entotanku ku samakan. Sumo makin menggelinjang
keenakan.

"Aaahh.. aahhh.. aahhhh.." dia melenguh minta ampun. Irama entotanku
kupercepat.

"Dim, aku mau keluar Dim. Ahh.. aahh.. ahhh.."

CROOTT.. CROOOTT..CROOOTT…

Pejuh Sumo muncrat jauh sekali. Sebagian jatuh di leher dan dagunya.
Nyaris mengenai mulut. Kucabut kontolku dari pantatnya. Ku satukan
kontolku dengan burung Sumo yang masih tegang. Aku kocok bersamaan. Nikmat
sekali. Kocokannya kupercemat. Tak sampai 30 detik kemudian aku juga
menumpahkan pejuhku ke tubuhnya.

CROOOTT…CROOOTT…

Pejuh kita bercampur di dada dan perut yang rata. Aku berlutut lemas.
Kuciumi bibirnya dengan lembut. Setelah puas, aku membantunya membersihkan
pejuh yang tumpah ruah tersebut. Ku rela kan kaosku menjadi alat
pembersih. Setelah memakai baju. Kami berdua lalu tidur berdampingan.
Kupeluk dia. Tak ada kata-kata yang terucap. Hanya bunyi jangkrik di luar
yang terdengar nyaring. Namun aku yakin, kepala Sumo penuh dengan pikiran
tentang apa yang baru saja terjadi. Seperti yang aku lakukan saat ini.
--
Using Opera's mail client: http://www.opera.com/mail/