Friday, May 10, 2013

Polisi Duren Ber kontol Besar

Musim duren tahun ini membuat aku pusing. Gimana nggak pusing? Saking banyaknya yang jual duren di pinggir jalan, dari arah sekolah sampai gang dekat rumahku semuanya bau duren. Walau aku sebenernya suka duren tapi kalau kelamaan mencium udara yang terkontaminasi aroma duren juga nggak enak, tapi malah enek! Untung aku terbantu dengan masker yang sengaja aku bawa untuk mengurangi debu yang masuk ke hidung jadi sedikit berkurang beban hidung mancungku ini. Pokoknya kalau bule-bule lewat jalanan ini pasti mereka muntah deh.
Musim duren memang menjadi berkah tersendiri bagi penjual duren tetapi musim duren kali ini tidak hanya menguntungkan bagi mereka namun juga menjadi berkah tersendiri buatku.Kok bisa ya? Kasih tau nggak yahhhhh???? Hehehehe.. Karena pada cerita kali ini, semua ada hubungannya dengan buah duren dan “duren”,duda keren. Nah lho duda keren toh? Huh… Pantesan. Duren yang aku temui ini bukan sembarang duren. Dia adalah seorang duren dan juga seorang polisi dan yang paling anehnya lagi hubungan kami berawal dari buah duren. I Love Duren!
Aku ingat, hari itu jum’at sore. Aku yang dari tadi main PS sendirian di rumah tiba-tiba dipanggil ibu.
“Bayu… Cepet kemari…”, panggil ibuku dari arah dapur.
Padahal aku lagi asik main game tempur. “Bentar… lagi nanggung nih bu”, tolakku. Aku dengan cekatan menekan-nekan tombol di stik.
“Cepet Bay… Ini ada pesen dari tentemu!”, desak ibu.
Ih… Ibu nggak asik banget sih. Akupun bergegas mendatangi ibu dan langsung mematikan PS beserta TV.
“Ada apa sih Bu?”, tanyaku ketus.
“Tantemu mau dibeliin duren katanya. Tadi telepon ibu. Kamu carikan duren yang enak gih. Ambil uangnya di tas ibu didekat lemari”. Ibu tampak sedang sibuk menyiangi sayur.
Aku dengan agak cemberut bertanya, “Berapa buah bu?”.
“Bawa uang 50. Kalau ada yang 25, beli dua tapi kalau lebih dari dua lima beli satu aja. Kamu cariin yang manis lho Bay. Kamu tau kan gimana ciri-ciri duren yang manis?”.
“Iya, tenang aja”. Dengan masih agak malas aku menuju kamar ibu dan mengambil uang selembar 50 ribuan.
Tanteku itu memang nyebelin banget. Beliau sedang hamil muda dan ngidam. Kenapa nggak suruh suaminya aja yang beliin eh malah aku yang disuruh. Mentang-mentang aku deket sama pedagang duren, dia seenaknya nyuruh mama beliin dia duren. Otomatis kalau mama sibuk aku deh yang musti menuhin permintaannya. Kenapa nggak kesini aja sih, kan aku nggak repot kayak gini.
Aku menghidupkan motor matic-ku lalu bergegas menuju tempat orang jualan duren. Sengaja aku berkeliling kota sebentar supaya nggak cepet balik ke rumah, itung-itung cari angin segerlah.
“Duren-duren-duren… 20 ribu!”, teriak salah seorang pedagang buah dipinggir jalan berusaha menawarkan dagangannya.
Nah, murah tuh. Aku menepi dan turun dari motor.
“Duren dek?”, tanya pria itu.
“Berapaan bang?”.
“20 aja. Manis-manis lho ini. Kami jual murah hari ini soalnya kami mau segera pulang”.
“Boleh pilih nggak?”.
“Boleh. Tentu boleh. Silahkan adek mau yang mana? Semua 20 ribu saja”.
Aku mulai memilih-milih dengan teliti pada duren yang aku yakini bercita rasa manis dan legit. Aku cium-cium buah duren itu dan aku perhatikan setiap tangkainya. Tiba-tiba…
“Permisi mas. Berapaan durennya?”, tanya orang itu pada tukang buah.
“20 aja pak. Manis-manis itu”, jawab tukang buah.
Aku awalnya tidak memperhatikan calon pembeli disampingku ini karena aku masih sibuk dengan mencari-cari duren yang enak.
“Ini kayaknya manis dek”, tegurnya sambil memegang duren didepanku.
Aku menoleh kesumber suara itu. Bruak! Hampir saja aku jatuh kearah tumpukan duren, ternyata orang yang ada disampingku ini adalah seorang polisi berpangkat IPTU dan ku taksir umurnya sekitar 30 tahunan, Kulitnya coklat terbakar, tubuhnya tegap berisi dan senyumnya itu lo yang bikin aku mau ambruk, manis sekali karena dia memiliki bibir yang tipis. Tulisan Panji Arifin tertera jelas di dadanya.
“Memangnya kaya gimana duren yang manis pak?”, tanyaku pura-pura nggak tahu. Sebenarnya itu Cuma modus agar dia mau memilihkan aku duren. Hehehe ;>
“Pertama liat tangkainya, kalau rata berarti itu dipotong sebelum matang. Terus aromanya jelas tercium, bukan samar-samar…”.
Aku nggak memperhatikan ucapannya tapi aku lebih tertarik buat perhatiin cara dia menjelaskan.
“Bapak pilihin aku dong. Takutnya nanti aku salah pilih”, pintaku.
Dengan senang hati dia memilihkan tiga biji duren yang paling baik.
“Punya bapak kok dua saja?”, tanyaku ketika melihat dua buah duren yang dia sisihkan untuk dibelinya.
“Dua aja nggak abis…”.
Dia kembali tersenyum manis. Ini polisi kok cakep banget ya… Andaikan aku bisa kenal lebih jauh dengan dia.
Akhirnya aku memutuskan untuk pulang ketika duren yang ada didepanku sudah cukup meyakinkan. Aku sebenernya ingin menawar 3 buah duren itu dengan harga 50 ribu pada abang tukang buahnya. Kali aja aku berhasil.
“Berapa bang punyaku?”.
“60 dek”.
“3, 50 ya bang?”.
“Nggak bisa dek, itu sudah harga murah lho. Mana ada yang jual duren 20 ribu sekarang”, tolaknya.
“Duren yang inikan kecil bang, jadi 3 biji 50 ya?”, rayuku lagi.
“Maaf dek. 50 dapet dua aja”.
Ini abang pelit banget. Ya sudahlah…
“Adek mau beli 3 biji?”, tanya pak Arif padaku.
“Iya pak, maunya sih begitu tadi tapi nggak bisa ditawar-tawar lagi”.
“Bang, punya saya berapa?”, tanya pak Arif sambil mengangkat dua buah  duren yang sudah terikat tali ditangannya.
“40 pak”.
“Sekalian dengan punya adek ini ya”.
“Yang bener pak? Makasih ya pak”, ucapku senang.
“Iya sama-sama…”.
Aku buru-buru membawa tiga buah duren itu pergi dan manghidupkan motor setelah menyerahkan uangku pada abang penjual buah. Jujur perasaanku saat itu gugup, seneng dan gemetar. Aku takut kebablasan buat memeluk tubuh pak Arif kalau aku telalau lama dekat beliau. Tanpa aku sadar…
Tit-Tit-Tit… suara klakson motor mengagetkanku dari arah belakang. Aku yang sudah memasuki gang menuju rumahku akhirnya menghentikan laju kendaraan dan menoleh. Tampak dibelakangku seorang polisi yang aku yakini sebagai pak Arifin, polisi yang membantuku di tempat pedagang duren tadi, sedang menuju kearahku menggunakan motor gedenya.
“Tunggu dek. Hape-mu jatuh tadi didekat tumpukan duren. Untung saya sempat mengejar kamu”. Dia mengeluarkan hape saya dari kantung celananya dan menyerahkan barang itu padaku.
“Waduh jadi ngerepotin bapak. Makasih ya pak, aku nggak sadar tadi hapeku jatuh. Untung ada bapak...”. aku mengambil hapeku dari tangannya.
Langit memang punya rencana lain. Tibe-tiba saja hujan lebat turun dan kontan saja aku langsung mengajak pak Arif singgah dirumahku. Pak arif menyetujuinya dan setelah sampai didepan rumahku, dia aku persilahkan masuk.
“Duduk dulu pak. Saya mau menaruh duren dulu sebentar”.
“Makasih dek. Iya silahkan”, ucapnya. Baju coklat dan celana coklatnya agak basah karena terkena hujan lebat kemudian dia mulai duduk di kursi tamu.
Tak lama kemudian aku keluar dengan membawakan segelas air teh hangat untuk mengurangi efek dingin pada tubuh berisinya.
“Wah, pakai acara repot-repot segala…”.
“Nggak apa-apa pak. Bapak juga sudah menolong saya tadi. Silahkan diminum tehnya pak, mumpung masih anget”.
Aku duduk disamping pak Arif.
“Oh iya dek, dari tadi kita ngomong tapi bapak belum tau nama kamu”.
Aku menjulurkan tangan dan menjabat tangan pak Arif. “Saya Bayu, pak. Kalau bapak?”.
“Panggil saja saya pak Arif”.
Setelah itu kami ngobrol panjang lebar dan aku baru tahu kalau dia itu seorang duda yang ditinggal istrinya meninggal karena kecelakaan. Walaupun dia duda tetapi dia belum mempunyai anak. Pernikahannya selama enam tahun dengan mendiang istrinya belum juga membuahkan keturunan. Apa mungkin dia mandul? Atau istrinya yang mandul? Wah, pas banget nih aku kenalan dengan “duren”.
Istrinya sudah hampir setahun meninggal dan dia masih belum kepikiran untuk mencari pengganti sang istri karena dia masih merasa sangat kehilangan. Dia tinggal dirumahnya sendirian sehingga aku mengerti kenapa dia bilang makan duren dua biji saja dia tidak habis ternyata dia memang makan duren itu sendiri. Suatu saat aku mau nolongin pak Arif ngabisin durennya.
Dia memberi tahuku alamat rumahnya dan dia mempersilahkan kapan-kapan aku bisa mampir kesana. Kebetulan daerah tempat tinggal rumah pak Arifin, sering aku lewati kalau mau ke pasar bersama ibu.
Hujanpun reda dan beliau berpamitan untuk pulang. Sebenernya aku mau menahan beliau untuk tidur dirumahku tapi apa mungkin? Hahahaha.. Dasar Bayu!
Semenjak saat itu aku sering mencari alasan buat kerumah dia. Entah Cuma lewat atau kebetulan lagi suntuk dan pengen jalan-jalan kerumahnya. Aku ketempat mas Arif ketika sore hari atau saat beliau ada dirumah, malam harinya. Aku dan dia sudah seperti saudara dan dia tidak sungkan untuk membawa kau kekamar ketika aku main kerumahnya. Akupun tidak lagi manggil dia dengan sebutan pak Arif tetapi dengan panggilan manja, mas Arif.
Hubungan kami semakin dekat dan aku menikmati itu. Sampai suatu ketika, aku berkesempatan untuk memancing nafsu birahi mas Arif.
Aku saat itu memiliki alasan yang tepat buat nginap dirumahnya karena dirumahku lagi ada keluarga dan kamarku dipakai untuk tempat tidur sementara mereka. Dia tidak keberatan dan mempersilahkan aku menginap dirumahnya untuk beberapa hari. Kalau kesempatan nggak boleh disia-siakan.
Hari pertama biasa-biasa saja dan tidak ada kejadian apa-apa tetapi hari kedua, barulah terjadi hal yang selama ini aku impi-impikan.
Mas Arif mempercayakan satu buah kunci serep rumahnya padaku. Aku yang baru saja pulang dari ekskul disekolah langsung kerumah Mas Arif. Pintu rumahnya aku buka lalu kemudian aku kunci dari dalam dan aku cabut kuncinya. Kalau dia datang, dia tidak akan tahu jika aku sudah berada didalam. Jam sedang menunjukan pukul setengah enam sore, biasanya mas Arif sudah pulang dari kantornya. Aku mulai bergegas menjalankan rencanaku dan masuk kekamar mandi tanpa menguncinya. Aku lepas seluruh pakaian yang melekat ditubuhku dan mulai berendam di bak mandi. Aku sengaja menarik tirai penyekat bak mandi supaya pas nanti mas Arif masuk dia tidak menyadari kalau aku ada didalamnya.
Dua puluh menit kemudian, rencanaku berjalan mulus. Sesosok tubuh tinggi 176 cm dan berat 70 kg masuk kedalam kamar mandi dan menguncinya. Dia langsung melepas seluruh pakaian yang melekat ditubuh padatnya yang masih terlihat berotot dan langsung menyibak tiraiku.
“Eh ada mas Arif…”. Aku seolah-olah malu dan menutupi kontolku dengan telapak tangan.
“Bayu?! Aku kira kamu belum pulang karena pintu terkunci tadi”.
Nih polisi sengaja apa ya? Dia masih tegap berdiri dengan kontolnya yang masih lemes tergantung dihadapan mataku. Apa dia tidak risih?
“Tadi aku sengaja mas. Soalnya takut ada yang masuk pas aku lagi mandi”. Untung motorku aku taruh disamping rumah, jadi dia nggak ngeliat motorku.
“kalau gitu kamu mandi saja duluan. Mas keluar aja”.
Buru-buru aku mencegahnya. “Nggak perlu mas. Mas mandi aja di shower. Atau aku saja yang di shower dan mas disini. Gimana?”.
Dia berfikir sejenak lalu beranjak menghidupkan shower. Uh, kayaknya rencanaku berjalan mulus kali ini. Sebenarnya kontolku mulai ngaceng jadi aku tak berani menunjukan kontolku di depan mas Arif. Takut dia curiga! Aku kan belum tahu kalau dia suka ama aku atau tidak. Sebagai jaga-jaga saja sih sebenernya.
Entah kenapa tiba-tiba aku menangkap kalau kontol mas Arif juga mulai ngaceng. Mungkin kah dia lagi horny?
“Dek, tolong usapin punggung mas dong”, pintanya.
“Hah? Apa mas?”, aku tersadar dari lamunanku.
“Gosokin punggung mas. Mas nggak nyampe nih”.
Duh, gawat nih. Kontolku udah ngaceng berat lagi. Tapi kalau aku nolak nggak enak juga. Bisa jadi ini adalah kesempatan terakhir didalam hidupku. Aku pun bangkit dan sepertinya mas Arif memperhatikan kontolku yang sudah ngaceng.
“Punya Bayu ngaceng tuh. Pengen pipis ya?”.
“Ermmmppp iya kayaknya mas”, kelitku.
Aku mulai mengambil penggosok tubuh dan menyabuni punggung mas Arif. Setelah selesai menyabuni punggungnya, aku diminta untuk menyabuni dadanya sekalian. Mas Arif membalikan badan dan menghadap kearahku. Dug! Ya ampun… Kontolnya gede amat…. Ngaceng lagi. Pantesan dia memunggungi aku dari tadi. Kontolnya yang panjang  mulai menyentuh pusarku sehingga menimbulkan gesekan-gesekan yang semakin membuat kami ngaceng.  Sengaja atau tidak sebenarnya aku menikmati gesekan kontol besar dan perkasa milik mas Arif.
Aku tahu bahwa dia sudah lama tidak menyalurkan hasratnya pada lubang. Tapi apakah dia bener-bener suka cowok? Mungkinkah dia sedang mabuk atau kerasukan setan “Gay”? Arkhhh! Bodo! Aku kemudian menatap mata mas Arif, berusaha mencari arti dari perbuatannya ini dan ketika tatapan mata kami bertemu.
Cup!!! Dia menunduk dan menciumi bibirku dengan lembut. Aku seperti mendapat duren runtuh rasanya. Aku benar-benar tidak menyangka bakalan segampang ini menakhlukan sang duren polisi.
Aku membalas ciumannya sambil tanganku mulai berani mengocok kontol ma Arif. Wuih… Hangat dan gede sekali digenggaman tanaganku… Bibirnya yang tipis memilin bibirku yang merah sensual. Matalu terpejam dan lidahku mengganas untuk bertarung dengan lidah mas Arif. Rasa lembut dan penuh kepasrahan merasuki tubuhku. Aku benar-benar menikmati ciuman Mas Arif. Inilah yang aku suka dari pria yang telah berpengalaman, mereka sangat lihai memperlakukan pasangannya.
Aku mendorong dada bidang mas Arif. “Mas, kita mandi dulu ya. Adek mau kita ngelakuin ini dengan keadaah siap”. Aku ini bodoh atau dungu sih? Kok bisa-bisanya aku menunda hal yang sudah aku inginkan sejak dulu.
“Yah adek…. Mas udah tegang banget nih. Adek harus tanggung jawab ya? Mas udah lama nggak keluar…”, rengeknya sambil berusaha menciumi bibirku kembali.
Aku mengecup bibir mas Arif dan kemudian mandi sampai bersih bersamanya.
Setelah kejadian dikamar mandi, kami sungguh berbeda. Mas Arif mulai lepas dan memperlakukan kau seperti kekasihnya. Di meja makan aku yang duduk di pangkuannya merasakan tonjolan diselangkangan mas Arif menusuk-nusuk pantatku. Kami makan sambil bersuap-suapan dan sesekali berciuman. Mas Arif bener-bener bisa banget bikin aku terklepek-klepek.
Selesai makan dan gosok gigi kami langsung masuk kamar. Motor kami sudah dimasukan dan pintu rumah telah terkunci sempurna padahal jam masih menunjukan pukul delapan.
"Bagaimana dek, mau langsung?" tawar mas Arif.
Pake acara ditanya segala. Aku pikir aku nggak perlu menjawabnya dan lebih baik langsung mendekati mas Arif, kemudian aku mulai mengelus-elus tonjolan di celana bagian depannya
 "Dek… Mas mau dienakin ama kamu. Tapi mas nggak mau ngapa-ngapain kontol kamu. Nggak papa kan?" tanya mas Arif sang TOP sejati
 Aku menjawab hanya dengan anggukan kepala sedangkan tanganku terus mengusap-usap tonjolan kontolnya yang besar itu. Kemudian aku buka baju kaosnya dengan mesra. Aku sangat suka sekali melihat badannya yang tegap dan berisi apalagi saat dia mengangkat tangannya saat aku membuka bajuya, kedua tangannya itu terlihat kekar dan keras sekali dan ketiaknya penuh dengan rimbunnya bulu, jujur aku nggak terlalu suka bulu ketiak yang lebat dan biasanya membuatku agak sebal, tapi wajah ganteng dan dada kekarnya membuat semua itu nggak penting buatku. Dadanya terbentuk meski bukan sepeti binaragawan. Dadanya bidang dan bersih dari rambut dengan kedua pentil yang kecil tapi menonjol dan sekeliling pentilnya tumbuh rambut-rambut. Lalu aku melihat ke pusarnya dan disana banyak di tumbuhi rambut yang aku yakin tumbuh menyemak di pangkal kontolnya.
Aku langsung memegang kedua pentilnya dan pelan-pelan memilin-milinnya, lalu tiba-tiba aku mendengar dia mendengus agak keras.
“Argggghhh Dekkkkk!”. Tampaknya dia sangat suka kalau kedua pentilnya dimainkan dan itu membuatku semakin semangat. Dia kusuruh duduk dipinggir tempat tidur dan aku mulai menjalankan aksiku. Aku menghisap-hisap pentilnya seperti bayi yang sedang menyusu, dan pentilnya semakin menonjol serta kian keras. Dia mulai meracau pelan saat aku menyesapi pentilnya dan semakin keras gumamnya saat ujung pentilnya aku jilati juga dengan ujung lidahku sementara tanganku mengusap-usap dada kekarnya yang sudah terbentuk karena latihan itu.
 Pentil kerasnya kugigit-gigit pelan sambil aku tarik-tarik kemudian aku hisap dengan kuat. Rasa nikmat dan sensasinya luar biasa! Dia terus mendesah dan bergumam keenakan. Lalu tanganku mulai bergerak ke bawah dan mengusap bulu-bulu yang tumbuh disekitar perutnya dan pelan-pelan membuka ikat pinggakancing celananya sambil mulutku terus mengeyot pentilnya. Nampaknya sensasi kenyotanku di pentil dan gerakan tanganku yang membuka celana panjangnya pelan-pelan sampai dia hanya memakai celana dalam saja membuat dia semakin bergairah. Beberapa kali dia dengan sengaja menumbur-numburkan kontolnya yang masih di dalam kolor ke badanku.
Aku berdiri dan melepas semua pakaianku sampai telanjang bulat. Kontolku sudah ngaceng berat dan dia tersenyum melihat keadaanku itu. Cowok sakit mana yang nggak tertarik melihat tubuhku yang sensual ini…
"Gede juga kontol adek." pujinya kemudian.
"Tapi kontol mas lebih besar dari punya adek" kataku.
"Adek suka kan kontol mas yang gede ini?”.
Aku perhatikan dia yang sekarang tidur terlentang dengan celana dalam hitamnya sebentar. Badannya benar-benar luar biasa, sepertinya dia diberi waktu lebih banyak saat dibuat dulu sehingga dia lebih mempesona dari laki-laki kebanyakan.
Kakinya berbulu lebat dan pahanya meski tidak terlalu besar tapi kekar sekali dengan aksen bulu-bulu yang membuat bagian bawah perutnya ini menjadi seksi sekali. Aku berjongkok di lantai, lalu membuka kedua kakinya pelan-pelan hingga terbuka lebar. Seksi sekali melihat pemandangan itu dari sudutku berada. Aku merapatkan kedua kakinya sementara wajahku berada ditengah-tengah kedua pahanya dan menjilat-jilat mulai dari dengkul kirinya dan bergerak pelan ke selangkangannya. Lalu lidahku memutar-mutar di paha bagian dalamnya dan tangan kiriku mengusap-usap paha atasnya yang berbulu itu.
Sampailah ujung lidahku tepat di celana dalamnya bagian bawah. Aroma laki-laki segera tercium olehku. Aku cium-cium pelernya yang masih terbungkus dengan bibirku, aku menggerak-gerakkan bibirku nggak keruan di pelernya. Aku tarik keatas pinggiran celana dalamnya dan menarik satu biji pelernya keluar. Biji pelernya besar dan berbulu lebat, pasti banyak pejuh yang tersimpan disana. Aku membayangkan semprotan pejuhnya pasti banyak kalau pelernya seperti ini, pasti enak dan banyak sekali kalau aku telan pejuh Mas Arif.
Mas arif masih tidur terlentang saat aku mulai mengemoti biji pelernya yang aku keluarkan satu itu. Aku kemot pelan sekali dan bagian bawahnya aku jilati. Kadang aku kesulitan juga karena bulu yang tumbuh di biji pelernya suka rontok dan mengganggu lidahku. Setelah puas aku masukkan lagi biji pelernya itu dan aku melihat dia sedang menggigit ujung bantal, aku yakin dia pasti ngerasa enak sekali.
Dia menatapku saat kedua tanganku memegang pinggiran karet celana dalamnya dan pelan-pelan mulai kuturunkan. Bulu jembutnya tidak terlalu banyak sepertinya dia mencukur jembut itu beberapa hari yang lalu. Tapi kontolnya membuatku sangat kegirangan. Kepala kontolnya yang berwarna merah keunguan sudah menyembul dengan gagahnya dilengkapi ujung lubang kencingnya yang sudah basah!
Aku paling suka kontol seperti milik mas Arif ini dan aku menjadi begitu bergairah.
"Gila gede banget mas," kataku.
"Kenapa, takut ya dek?" tanyanya.
"Aku suka banget mas. Jadi nggak sabar deh". Dan tanpa membuang-buang waktu segera aku menjamah kontolnya yang sudah super ngaceng itu. Kontolnya besar dan panjang banget dengan kepala kontol yang lebih gede dari batangnya sehingga menambah seksi tubuh IPTU Arifin.
Aku gigit-gigit pelan ujung kontolnya lalu turun lagi kearah batang bawah kontolnya dan dia rupanya sangat suka juga dibegitukan. Dia menggigit lagi ujung bantalnya. Lalu giliran batang kontolnya menjadi sasaranku berikut. Aku pegang batang kontolnya dan aku tempelkan diperutnya, lalu lidahku menjalari di seluruh batang kontol bagian bawah sampai aku berhenti di lubang kencingnya dan lidahku kuputar-putar disekitar pinggiran kepala kontol bagian bawahnya itu.
Dia menyentak-nyentaknya kedua kakinya saat aku melakukan jilatan di pinggir kepala kontolnya itu dan sentakannya semakin keras saat ujung lidahku bermain-main menggeliti lobang kencingnya yang terus menerus ngeluarin cairan bening. Wajahnya terlihat merah dan terlihat berkerut seperti menahan sesuatu yang luar biasa. Dia bangun dan gerakan tangannya menyuruhku berhenti. Badannya kini terlihat memerah dibagian atas dan dia tersengal-sengal mengatur nafas sambil sesekali menggelengkan kepalanya.
"Kenapa mas. Mas nggak suka ya?".
Dia menatapku, "Mas hampir keluar tadi. Adek lihai bangetsih, semua yang mas pengen tadi kamu lakuin" ujarnya.
Aku tersenyum senang.
"Mas entot kamu sekarang aja ya?"
"Tapi kontol mas kan belum adek isep”.
 "Nggak perlu dek, mas udah nggak kuat. Nanti mas keburu muncrat, mas mau ngerasain ngentot cowok nih."
Aku setuju dan tadinya dia mau cari-cari sesuatu buat ngebasahin batang kontolnya.
"Nggak usah mas, sini adek jilat aja. Aku suka dientot kering aja, soalnya gesekan batang kontolnya berasa banget."
"Nanti adek sakit lagi", kata mas Arif.
"Nggak ko mas. Mas tenang aja. Aku suka kok, malahan enak banget." ujarku menyakinkannya.
Dia mengangkat kedua bahunya tanda terserah padaku.
"Mau posisi bagaimana mas?" tanyaku.
"Enaknya adek gimana?" dia balik bertanya.
"Mas pernah ngentot posisi mas di bawah nggak?"
Dia menggeleng.
"Ya udah kita coba gaya itu aja. Ya mas… Biar mas tahu gaya ini enak banget", rayuku.
 Dia merebahkan kepalanya di kasur dan aku mengangkangi kontolnya. Aku turun pelan-pelan dan saat ujung kepala kontolnya yang aku pegangin itu menyentuh lobang anusku aku berhenti sebentar untuk menarik nafas, ini sesuatu yang paling aku tunggu. Dia menatap ke arah kontolnya dan aku pelan-pelan memasukkan kepala kontolnya sedikit demi sedikit. Aku meringis dan menggigit bibir bawahku saat kepala kontolnya yang besar itu mulai masuk setengahnya. Lobangku mulai terbuka sangat lebar, karena kepala kontolnya salah satu yang paling besar yang pernah masuk ke lobang anusku.
Aku meringis dan mengeluarkan suara tanda aku sedikit kesakitan karena memang kontolnya masuk dalam keadaan kering tanpa pelumas. dan PLOPP...!!! masuklah semua kepala kontolnya dan aku mendesah lega. Saat aku membuka mata dia sedang menatapku dengan muka yang mengernyit seperti merasakan sesuatu yang aneh.
"Sakit yadek?" tanyanya.
"Nggakk.. hhh ... enakkkk. Mashhhh Uhhhhh" Aku mulai menaik turunkan pantatku dan dia terlihat mulai menikmatinya, terbukti dia mulai semakin banyak menggeram. Bahkan setelah beberapa lama ketika aku menaikkan pantatku dia menghujamkan batang kontolnya ke atas pertanda dia ingin terus mengocok lobang pantatku.
“Ah ah ah ah ahhhhh uhhhh enak dekkhhh uhhhh pantat muh uenak bangettttt!”.
 Aku istirahat sejenak di atas perutnya dan menggeol-geolkan pantatku untuk memutar-mutar batang kontolnya dan dia menggeram keras lalu dengan sekuat tenaga menghujam-hujamkan kontolnya sampai aku hampir jatuh. Melihat dia semakin ganas, aku memutuskan berganti gaya yang biasa. Posisi aku dibawah dengan memberikan bantal tipis dipantat biar lobang pantatku agak naik dan memberikannya kesempatan mengentot lobangku sekuat yang dia bisa.
Kedua kakiku kutekuk dan dia membimbing batang kontolnya masuk kembali ke lobang pantatku lalu menekannya kuat. Aku mengeluarkan suara seperti hendak buang hajat saat dia memasukkan batang kontolnya, rasanya sakit sekali karena dia memasukkannya dengan paksa dan sekuat tenaga. Dia sepertinya kesetanan dan menjadi buas sekali. Tanpa memberiku kesempatan untuk mengatur nafas, dia mulai memompa lobang pantatku sekuat tenaga. Mukanya mengernyit menahan enak dengan suara geraman dia pompa lobang pantatku dengan batang kontolnya dalam tempo yang sangat cepat.
Posisi seperti ini membuatku sangat nyaman, batang kontolnya yang panjang membuat ujung kontolnya dengan mudah menyentuh sesuatu di dalam lobang pantatku yang membuatku merasa begitu keenakan. Wajahnya memerah serta keringat menetes banyak sekali dan dia menggeram keras sambil terus mengentotin pantatku tanpa henti. Sensasinya luar biasa dan dia sudah begitu kesetanan dengan liarnya ngentotku sampai tempat tidurnya berderit-derit.
Nggak banyak gaya yang bisa aku buat karena dia sudah begitu liar, tapi itu nggak penting karena aku sudah merasa enak. Semakin lama erangannya semakin keras dan mulutnya terbuka lebar serta tusukan kontolnya semakin kuat, pantatku dipukul-pukul oleh pelernya. Aku sudah nggak tahan lagi, apalagi saat melihat ekspresi muka gantengnya yang keras itu saat mengentotku liar dan menahan enak membuatku ... CROTT ... CROTTTTT... CROOTTTT... Pejuhku tumpah ruah keseluruh badanku dan ke kasur, banyak sekali. Ini pasti pejuh terbanyak yang pernah aku semprotkan.
"Keluarin dimuka adek aja mas." kataku saat melihat dia semakin terengah-engah.
Dia menarik batang kontolnya dan mengarahkan dimukaku. "ARGHHHHHH ... Shhhtttt ahhhh Arggghhh!" geramnya sambil memukul-mukulkan batang kontolnya di wajahku, sakit tapi enak sekali. Lalu ... kembali CROTTTTTTTT ...CROTTT...CROTTT....CROTTTTTTTT Semburan panas keluar dari lobang kencingnya membasahi seluruh wajahku. Dia teriak keenakan meski suaranya ditahan biar tidak didengar orang. Seperti juga aku, pejuhnya bahkan beberapa kali lebih banyak menyemprot dari pada pejuhku.
Dia selesai menyemprotkan pejuhnya dan mengatur nafas. Aku memegang batang kontolnya dan menjilati sisa pejuh yang masih mengalir dari lobangnya. Kadang aku poleskan ke seluruh pipi dan bibirku jika masih ada sisa pejuhnya yang meleleh. Dia kemudian bangun dan duduk selonjor di kursi plastik, dan kedua kakinya terbentanglebar di atas kasur membuat pemandangan yang indah buatku.
"Gimana mas enak kan?" tanyaku.
"Enak banget dek. Makasih ya sayang" Dia terdiam kecapean begitu juga denganku.
"Nanti kita ngentot lagi yah, malam ini mas mau puasin sama adek" katanya.
Aku tersenyum dan mengangguk senang. Akhirnya malam ini aku akan dientot abis-abisan oleh mas Arif…